Jumat, 31 Okt 2025
light_mode
Beranda » Hukum » Bea Cukai hingga Purbaya Seakan Tak Bertaring, Rokok Humer Bodong Diduga Milik Sultan Pamekasan Bebas Beredar

Bea Cukai hingga Purbaya Seakan Tak Bertaring, Rokok Humer Bodong Diduga Milik Sultan Pamekasan Bebas Beredar

  • account_circle redaksi
  • calendar_month Sen, 20 Okt 2025
  • visibility 17

Pamekasan — Aroma pembiaran kembali menyeruak dari pengawasan cukai di Madura. Rokok ilegal merek Humer, yang diduga kuat diproduksi oleh salah satu sultan bisnis asal Pamekasan, kini beredar luas di Kabupaten Sumenep dan mulai menembus pasar nasional. Ironisnya, hingga kini tidak ada tindakan tegas dari Bea Cukai maupun aparat penegak hukum, Senin (20/10/2025).

Dari pantauan lapangan, rokok merek Humer kini mendominasi warung-warung kecil di pelosok desa hingga kios modern di perkotaan. Dengan harga murah dan kemasan yang menipu kemewahan, produk ini menjadi primadona baru bagi konsumen, meski tak memiliki pita cukai resmi.

“Ini pelanggaran nyata. Negara dirugikan, pengusaha resmi ditekan, tapi anehnya aparat diam saja,” ungkap Hasan, aktivis pengawas industri rokok di Madura.

Ia menambahkan, berdasarkan penelusuran, Humer tidak tercatat dalam daftar merek yang membayar cukai ke negara. Namun, distribusinya tetap berjalan bebas, bahkan menggunakan jalur yang diduga telah diatur secara sistematis.

Di lapangan, Humer seakan memiliki “jalan tol” distribusi yang tak tersentuh.

“Seolah-olah ada yang melindungi. Barang ini bisa sampai ke Sumenep, Situbondo, bahkan Kalimantan tanpa hambatan,” ujar Bahrul, pemerhati kebijakan fiskal lokal.

Peredaran Humer bukan sekadar pelanggaran administrasi, tetapi juga mengindikasikan kerugian besar negara akibat kebocoran cukai dan pajak. Selain itu, kehadiran rokok bodong ini merusak iklim persaingan usaha serta membuka peluang penyelundupan lintas daerah.

“Kalau dibiarkan, ini sama saja negara menyerah pada mafia rokok. Sudah banyak pabrik resmi yang megap-megap karena produk ilegal seperti Humer,” tegas seorang pengusaha rokok legal di Pamekasan yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Lebih jauh, dugaan keterlibatan salah satu sultan bisnis Pamekasan dalam jaringan produksi Humer semakin memperkuat kesan bahwa penegakan hukum di sektor cukai lemah dan diskriminatif.

“Rakyat kecil ditangkap karena jualan eceran tanpa pita, tapi bos besar dibiarkan beroperasi. Di mana keadilan?” ujarna.

Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Bea Cukai Madura belum memberikan tanggapan, begitu pula Menteri Keuangan Purbaya yang dinilai publik gagal menunjukkan ketegasan dalam menertibkan aparat di bawahnya.

Publik kini menanti langkah nyata pemerintah. Sebab jika kasus seperti Humer terus dibiarkan, maka negara bukan hanya kehilangan pemasukan, tetapi juga kehilangan kewibawaan.

  • Penulis: redaksi

Rekomendasi Untuk Anda

expand_less