Lembaga Hukum Jadi Lahan Dagang, Toko Kelontong di Rutan Sumenep Tampar Muka Pemerintah
- account_circle redaksi
- calendar_month Jum, 25 Jul 2025
- visibility 32

Foto: Bangunan toko kelontong berdiri liar di depan Rutan Kelas IIB Sumenep, tampak kumuh dan mencolok
Sumenep — Ketika rakyat kecil ditekan karena berjualan di trotoar, justru lembaga resmi negara yang seharusnya menjadi simbol ketertiban hukum terang-terangan menggelar bisnis di fasilitas negara. Fenomena ini terjadi di Rutan Kelas IIB Sumenep, di mana sebuah toko kelontong berdiri secara mencolok tepat di pelataran depan rumah tahanan diatas saluran irigasi.
Bangunan semi permanen itu berdiri menjual kebutuhan harian seperti warung biasa, namun ironisnya, beroperasi di atas tanah negara, tanpa kejelasan dasar hukum dan penuh dugaan penyalahgunaan wewenang.
Lebih dari sekadar pelanggaran, keberadaan toko ini menjadi simbol matinya rasa malu dan hilangnya batas antara negara dan kepentingan.
Celakanya, bangunan itu sangat jauh dari kesan pantas. Situasi ini bukan hanya melanggar etika birokrasi, tapi telah menginjak-injak wibawa hukum itu sendiri.
“Ini bukan cuma soal warung. Ini penghinaan terbuka terhadap hukum dan akal sehat publik. Rutan itu bukan pasar. Kenapa dijadikan tempat dagang? Ini bukan lagi soal moral. Ini soal kerakusan yang membusuk dari dalam,” kecam IB, salah satu aktivis Sumenep, Jumat (24/07/2025).
Lebih miris lagi, toko itu berdiri di atas tanah milik negara bahkan di atas Selokan, tapi dimanfaatkan secara terang-terangan untuk bisnis dan tidak menyentuh pelayanan publik, bahkan tampak dikuasai oleh oknum tertentu.
Masyarakat yang melintas pun mengaku heran bagaimana mungkin tempat yang seharusnya menjadi simbol ketertiban hukum malah jadi contoh buruk pengelolaan negara yang bobrok dan barbar?
“Praktik semacam ini bukan hanya persoalan etika, tapi cermin dari kelumpuhan pengawasan dan absennya integritas dalam birokrasi pemerintah, khususnya di bawah naungan Kemenkumham,” ujar Solihin, warga Sumenep.
Menurutnya, Pemerintah Pusat dan Kanwil Kemenkumham Jawa Timur wajib menjawab dan memberikan alasan konkret terkait berdirinya bangunan untuk tokok kelontong di depan Rutan Sumenp itu.
“Apakah ini bentuk pembiaran? Atau justru bentuk sistematis dari mentalitas korup yang menyaru di balik seragam negara? ,” tegasnya.
Ia pun mempertanyakan hasil bisnis tersebut. ” Terus hasil bisnis toko kelontong itu untuk siapa dan dibuat apa. Ini sangat memalukan,” tutupnya.
Hingga berita ini dirilis, Kepala Rutan Sumenep belum dapat dikonfirmasi mengenai adanya ketidakberesan tersebut.
Negara ini terlalu sering menutup mata terhadap penyimpangan kecil, hingga akhirnya lumpuh karena kebusukan yang membesar. Dan kini, publik kembali disuguhkan fakta bahwa di Sumenep, penjara tak lagi sekadar tempat menahan narapidana, tapi telah menjadi pasar gelap moral para pejabat.
- Penulis: redaksi

 
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
        