Skandal Toko Kelontong Rutan Sumenep Diduga Jadi Ladang Bisnis Oknum
- account_circle redaksi
- calendar_month Sen, 28 Jul 2025
- visibility 50

Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Sumenep, Heri Sutriadi
SUMENEP – Lembaga pemasyarakatan seharusnya menjadi benteng moral dan tempat pembinaan narapidana, bukan disulap menjadi pusat bisnis gelap berkedok pembinaan. Namun realita pahit terungkap di Rutan Kelas IIB Sumenep. SENIN, 28/7.
Bangunan semi permanen berbentuk toko kelontong kini berdiri mencolok di area pelayanan rutan, tanpa papan informasi, tanpa transparansi, dan penuh misteri—menyisakan pertanyaan tajam: siapa yang bermain?
Alih-alih memprioritaskan pembinaan dan pelayanan publik, kepemimpinan Karutan baru justru membiarkan praktik yang rawan disalahgunakan ini terus berjalan. Aktivitas ekonomi yang tak jelas dasar hukumnya ini malah mengaburkan batas etika lembaga negara dan membuka ruang kecurigaan atas praktik rente terselubung.
“Kalau mau cari untung, jangan jadikan lembaga pemasyarakatan sebagai dagangan. Ini negara, bukan kios pribadi!” tegas IB, salah satu aktivis hukum Sumenep, 28/7/2025).
Pantauan di lapangan, toko tersebut menjajakan kebutuhan pokok layaknya minimarket, namun ironisnya, tak ditemukan satu pun informasi resmi mengenai izin, mekanisme pengelolaan, atau pertanggungjawaban keuangannya. Tidak ada papan nama. Tidak ada SK operasional. Tidak ada transparansi.
“Warung ini berdiri di atas saluran irigasi, di tanah milik negara, dan di dalam lingkungan rutan. Ini jelas pelanggaran. Siapa yang izinkan? Untuk siapa keuntungannya?” ujar sumber lain yang menolak disebutkan namanya.
Rutan Atau Ruang Dagang?
Publik patut bertanya:
- Apakah toko ini legal secara kelembagaan?
- Apakah keuntungannya masuk kas negara atau kas oknum?
- Siapa yang mengelola? Napi, petugas, atau keluarga Karutan?
Jika tidak segera diaudit, praktik seperti ini bisa menjadi bom waktu di institusi penegak hukum lainnya. Ini bukan sekadar pembiaran, tapi indikasi mentalitas korup yang telah menyusup ke jantung lembaga negara.
“Kalau lembaga seperti rutan saja sudah bermental pasar gelap, jangan kaget kalau moral bangsa ikut anjlok. Ini bukan pembinaan, ini pembodohan,” kecam warga lainnya dengan nada tinggi.
Etika Negara Dilecehkan
Rutan dibangun dari uang rakyat. Tapi sekarang malah jadi tempat bisnis tertutup yang diduga dimanfaatkan oknum untuk memperkaya diri. Lebih dari sekadar bobrok, ini adalah bentuk pelecehan terhadap etika kelembagaan dan kepercayaan publik.
“Stop bungkus keserakahan dengan narasi pembinaan! Kalau memang peduli warga binaan, berikan pendidikan, bukan etalase dagang,” tandasnya.
Sementara, kepada Diktator.id, DS mantan Napi yang pernah menempati Rutan Sumenep mengatakan bahwa di dalam rutan pun ada kantin yang juga menjual rokok dan dengan harga selangit yang menurutnya dijadikan sebagai lahan bisnis.
“Didalam itu dijadikan sebagai lahan bisnis karena rokok harganya selangit dan mencekik,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Rutan Kelas IIB Sumenep belum bisa dimintai klarifikasi. Upaya konfirmasi melalui sambungan resmi tidak membuahkan hasil.
Lembaga yang seharusnya menjadi penjaga moral negara justru mengabaikan moralitas, maka yang rusak bukan hanya sistem, tapi masa depan keadilan itu sendiri.
- Penulis: redaksi
