Toko Kelontong Rutan Sumenep Tampar Akal Sehat, Wibawa Negara Dipertaruhkan
- account_circle redaksi
- calendar_month Jum, 25 Jul 2025
- visibility 54

SUMENEP – Lembaga Pemasyarakatan seharusnya menjadi tempat pembinaan, bukan ladang bisnis. Namun, realita mencengangkan terkuak di Rutan Kelas IIB Sumenep, yang membangun toko kelontong di dalam lingkungan tahanan. Bangunan semi permanen itu tampak berdiri mencolok di area pelayanan, memunculkan pertanyaan tajam: untuk siapa hasil dari bisnis ini? Siapa yang sebenarnya diuntungkan?
Alih-alih fokus pada pelayanan publik dan pembinaan warga binaan, pihak Rutan malah terkesan membuka ruang komersial yang mengaburkan batas etika dan fungsi kelembagaan negara.
“Ini jelas menyalahi fungsi pemasyarakatan. Rutan bukan pasar. Kalau ingin berbisnis, jangan jadikan institusi negara sebagai alat,” ujar IB, salah satu aktivis hukum Sumenep yang enggan disebut namanya, Kamis (24/7/2025).
Pantauan di lokasi, toko kelontong tersebut menjual berbagai kebutuhan pokok yang secara terbuka
Ironisnya, tak ada papan informasi resmi yang menjelaskan mekanisme keuangan, dasar hukum operasional, hingga siapa pengelolanya.
Transparansi? Nol. Manfaat untuk warga binaan? Tidak jelas.
“Lebih ironis, bangunan toko itu berdiri di atas tanah negara, menggunakan akses yang seharusnya steril karena dibangun diatas saluran irigasi,” tuturnya.
Aktivitas ekonomi di lokasi itu justru menimbulkan kesan bahwa pembiaran sistematis sedang terjadi.
Publik berhak tahu:
Apakah toko tersebut terdaftar dalam sistem keuangan resmi negara?
Adakah izin dari Ditjen PAS atau Kemenkumham?
Kemana larinya keuntungan dari bisnis ini?
“Jika kegiatan ini tidak segera diaudit, bukan mustahil praktik serupa menjadi preseden buruk di institusi penegak hukum lainnya,” ujar masyarakat setempat.
Menurut masyarakat setempat yang enggan namanya ditulis, adanya fakta itu bukan sekadar bobrok, tapi bentuk pemanfaatan jabatan secara terang-terangan untuk kepentingan kelompok tertentu. Lapas atau rutan itu fungsi utamanya pembinaan, bukan dagang.
“Rutan dibangun dari uang rakyat, tapi malah dijadikan tempat cari untung oleh oknum. Lalu hasilnya untuk siapa? Untuk napi? Untuk pembinaan? Omong kosong!,” tegasnya.
“Kalau lembaga negara seperti Rutan saja sudah bermental pasar gelap, jangan heran kalau moral publik ikut rusak. Ini contoh buruk yang sangat sistemik. Jangan bungkus keserakahan dengan embel-embel pembinaan! Kalau memang peduli napi, buktikan dengan pendidikan, bukan warung kelontong,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Rutan Kelas IIB Sumenep belum dapat dikonfirmasi karena keterbatasan akses komunikasi.
- Penulis: redaksi
